Wednesday, October 17, 2012

Sketchcrawl #37 di kampung Kauman


Siang itu, 13 Oktober 2012, sekitar pukul 11.00 saya sudah merasa sebal. Saya iri dengan teman-teman sketchers di seluruh dunia. Sebagian besar timeline mereka adalah upload progress saat mengikuti Sketchcrawl #37 padahal saya masih harus mengajar batik pukul 12.00 siang itu. Bukan berarti saya malas mengajar ya. Cuma iri saja.

Akhirnya saya sms beberapa teman dan membuat pengumuman di facebook untuk mengajak nyeket bersama dalam rangka Sketchcrawl. Pukul 15.00 saya sudah di Kampung Kauman, saya berangkat naik sepeda. Kampung yang terkenal sebagai kampung religius dan masuk dalam kawasan cagar budaya Yogyakarta.

Langsung saya nyeket di spot pertama, di sebelah utara Masjid Gedhe Kauman. Saya nyeket ditemani anak-anak yang sedang bermain di halaman masjid. Saat nyeket ini, beberapa kali telepon genggam saya berbunyi, sms dari teman yang mau datang nyeket bareng. Ada Nana (Urip Tri Hasanah) dan Richo (Richo Nurdini) yang berminat gabung (walaupun akhirnya Richo malah nyasar ke Tamansari, haha). Sketsa pertama saya (Masjid Gedhe Kauman) sudah setengah jadi saat Nana datang. Nana mulai nyeket di belakang saya. 
Masjid Gedhe Kauman
Sketsa oleh Erick Eko Pramono
Pensil dan cat air di buku sketsa A5
Masjid Gedhe Kauman
Sketsanya bujel (tumpul), bagian atas masjid tidak utuh.
Nana dan para fans pria
Selesai sketsa pertama, kami berdua segera pindah mencari spot lain. Kami berjalan santai sambil ngobrol ngalor ngidul sampai ketemu dengan sebuah bangunan tua yang sangat menarik. Bangunan perpaduan antara gaya Belanda, Oriental, dan Jawa. Catnya berwarna kuning-hijau cerah. Saya dan Nana segera mencari posisi yang enak untuk nyeket. Kembali saya dikerumuni anak-anak. Bedanya saat ini yang mengerumuni anak cewek, sedangkan tadi saat di halaman masjid yang mengerumuni anak cowok. Saya jadi merasa seperti artis yang dikerumuni fansnya. Sayangnya cuma satu. Saya lupa untuk memotret mereka.

Nampaknya bagian belakang bangunan tua yang menjadi objek sketsa ini sekarang dijadikan asrama/kos putri. Saat saya nyeket, ada beberapa pemudi yang baru pulang dari les, kantor, atau kampus. Ada juga beberapa yang ke luar untuk berbelanja atau ke laundry. Sedangkan bagian depannya dijadikan warung kelontong. Saya selesai nyeket saat Maghrib, mau tak mau saya harus pulang (walaupun saya masih ingin nyeket bangunan ini secara lebih detail).
Bangunan tua di Kampung Kauman
Sketsa oleh Erick Eko Pramono
gelpen dan cat air di buku sketsa A5
Bangunan lama di Kampung Kauman
Sketsa oleh Urip Tri Hasanah
Drawing pen pada buku sketsa A5
Alat sketsa yang saya gunakan hari itu adalah pensil dan cat air untuk sketsa Masjid Gedhe, sedangkan gelpen dan cat air saya gunakan untuk sketsa warung kelontong. Sore itu adalah sebuah sore hari yang menyenangkan. :)

1 comment:

DonaldSketchArt said...

Very nice works. Trus eksplorasi bagian2 urban kota2 di Indonesia yang tinggi nilai sejarahnya. Semoga dengan demikian negara ini akan belajar lebih menghargai bangunan2, landmark2, lingkungan2 yang jumlahnya tak terhitung ini. Salut.