Musikalisasi Puisi adalah sebuah perhelatan yang hampir rutin diadakan di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Dalam musikalisasi puisi ini para penyair dan sastrawan tak hanya sekadar membacakan puisi-puisinya tapi juga, ada, yang serta merta menggunakan atau mengiringinya dengan tetabuhan dan alat musik ritmis lainnya.
Waktu itu, 7 Agustus 2010, saya sempatkan diri menyambangi perhelatan sastra ini. Menarik, menggugah, malam bertabur kata-kata. Segala perasaan, penyair dan mungkin juga penonton yang hadir berkecamuk lewat ayat-ayat kepedihan, kegelisahan, keriangan batin penyair yang dikemas dalam deretan bait-bait puisi yang dibacakan. Tentu ada yang diiringi musik dan juga ada yang tidak.
Sebut saja Bang Tardji (Sutardji Calzoum Bachri), misalnya, sesekali berseloroh menggaungkan makna-makna kegetiran dan kegelisahan batinnya yang direpresentasikan dalam kata-kata, juga bunyi harmonikanya. Malam itu ia bacakan tentang puisi telurnya.
Gaya Bang Tardji (Sutardji Calzoum Bachri) dalam sebuah perhelatan musikalisasi puisi di Taman Ismail Marzuki, 7 Agustus 2010.
WAHAI PEMUDA MANA TELURMU?
oleh Sutardji Calzoum Bachri
Apa gunanya merdeka
Kalau tak bertelur
Apa guna bebas
Kalau tak menetas?
Wahai bangsaku
Wahai pemuda
Mana telurmu?
Kepompong menetaskan kupukupu
Kuntum mengantar bunga
Putik memanggil buah
Buah menyimpan biji
Biji menyimpan mimpi
menyimpan pohon
dan bungabunga
Uap terbang menetas awan
mimpi jadi
sungai pun jadi
menetas jadi
hakekat lautan
Setelah kupikir pikir
manusia itu
ternyata burung berpikir
Setelah kurenung renung
manusia ternyata
burung merenung
Setelah bertafakur
Tahulah aku
Manusia harus bertelur
Burung membuahkan telur
Telur menjadikan burung
Ayah menciptakan anak
Anak melahirkan ayah
Wahai para pemuda
Menetaslah kalian
Lahirkan lagi
Bapak bagi bangsa ini!
Ayo Garuda
Mana telurmu?
Menetaslah
Seperti dulu
Para pemuda
bertelur emas
Menetaskan kau
Dalam sumpah mereka
No comments:
Post a Comment